Pendidikan Kewarganegaraan dan Pancasila
Pancasila
adalah dasar negara Indonesia. Masyarakat, bangsa dan negara Indonesia
semestinya memiliki kekuatan “kesadaran budaya pancasila” yang tinggi, karena
kesadaran budaya adalah suatu inti dari peradaban umat manusia atau suatu
bangsa. Namun adanya sebuah fenomena yang membuat masyarakat Indonesia enggan
untuk membicarakan kehidupan bermasyarakat, bangsa dan negara berdasarkan
pancasila. Fenomena itu terhitung semenjak runtuhnya rezim Orde Baru pada tahun
1998 lalu. Padahal, masyarakat Indonesia harus mempersiapkan diri untuk
menghadapi masuknya ideology asing sebagai akibat era globalisasi. Saat ini,
Indonesia sedang mengalami krisis ideology. Tidaklah mungkin bangsa dan negara
Indonesia membangun budaya politik dan pemerintah bangsa Indonesia yang
mengabaikan ideology Pancasila, sebab pembangunan budaya politik dan
pemerintahan Indonesia akan menjauhkan diri dari akar budayanya. Hal ini
terbukti dengan adanya KKN, yang jelas-jelas amat bertentangan dengan
nilai-nilai budaya bangsa Indonesia. Saat ini, tidaklah banyak elit bangsa
Indonesia yang sepenuhnya sadar akan adanya krisis ideology ini, karena mereka
lebih focus untuk memperebutkan kekuasaan ketimbang menjaga stabilitas negara
Indonesia.
Maka dari itu diperlukan adanya
suatu paradigm baru untuk memposisikan dan memerankan Pancasila sebagai Dasar
Negara dan Pandangan Hidup, yaitu “Paradigma Dinamika Internal Indonesia”,
yaitu suatu paradigm yang melihat bangsa dan negara Indonesia sebagai subjek
kreatif dan produktif dalam melaksanakan Pancasila. Yang lebih utama lagi,
Pancasila harus dijadikan sebagai sumber utama dalam diri kita dalam melihat
dan memandang nila-nilai eksternal, terutama ideology asing, seperti ideology
kiri (komunisme sosialis) dan kanan (kapitalisme liberal). Sebenarnya,
pemberian pendidikan Pancasila dalam lembaga pendidikan, mulai Sekolah Dasar
hingga Peguruan Tinggi, akan memberikan kekuatan internal dari kaum terdidik.
Hanya saja pendidikan yang diberikan saat ini kurang mendasar dan metodologi
yang salah. Juga adanya pengaruh dari tenaga pendidik yang tidak sepenuhnya
yakin akan kebenaran Pancasila. Kegagalan membudayakan Pancasila melalui
Penataran P-4 (1978-1998) bersumber dari ketidakjujuran penguasa dan
penyelenggara negara dalam mentransformasikan nilai-nilai Pancasila, termasuk
sikap dan tindakan yang menjadikan Pancasila sebagai ala untuk mempertahankan
kekuasaan. Adapun kelemahan-kelemahan pendidikan Pancasila di lembaga
pendidikan antara lain:
- Pendidikan Pancasila hanya terbatas pada proses
hafalan saja.
- Pendidikan Pancasila tidak memiliki metodologi
yang tepat.
- Pendidikan Pancasila belum mampu menghadapi
eksistensi ideologi asing.
Untuk mengetahui hasil dari
pendidikan Pancasila memang sangat sulit, sebab hasil dari pendidikan Pancasila
memang bersifat abstrak dan internal. Di samping itu untuk
mensosialisasikan membudayakan Pancasila memang tidaklah mudah di tengah
masyarakat Indonesia yang tradisional dan berubah. Kita harus mau jujur
mengakui bahwa para tenaga pengajar belum mampu untuk meyakinkan Pancasila yang
merupakan Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa Indonesia adalah suatu dasar
atau pandangan hidup yang memiliki nilai lebih jika dibandingkan dengan
ideology-ideologi asing yang masuk ke Indonesia.
Selama ini sangatlah jarang
pihak-pihak tertentu yang secara jujur untuk membicarakan ancaman dan kelemahan
bangsa dan negara Indonesia dalam mengamalkan Pancasila dan UUD 1945. Bahkan
tak jarang UUD dan Pancasila dijadikan sebagai alat pembenar atas
tindakan-tindakan yang menyimpang atau bertentangan dengan pandangan hidup
bangsa. Ketika pancasila sebagai ideology Bangsa Indonesia yang tidak mampu
lagi untuk berjuang membela kebenaran dan keadilan maka ketika itu pula
kedudukan Pancasila menjadi lemah dan menjadi alat kekuasaan. Patologi budaya
adalah suatu potensi atau kekuatan yang terjadi dalam masyarakat, yang dapat
mengancam dan menghancurkan keutuhan budaya yang didukung oleh masyarakat itu
sendiri. Sehingga budayanya tak mampu memberikan nilai dan unsure yang sesuai
dengan harapan masyarakat sendiri. Patologi budaya akan terjadi ketika
masyarakat memiliki keinginan yang sangat tinggi, namun tidak memiliki
kemampuan untuk mencapai keinginan itu hingga memunculkan adanya ketergantungan
dengan pihak asing yang menyodorkan bantuan modal dan teknologi. Patologi
budaya ini bukan hanya datang dari aspek ekonomi saja, namun juga dari
pendidikan, hukum, social budaya, kehidupan beragama, politik dan pemerintahan,
lingkungan hidup dan sumber daya alam, serta ketertiban dan keamanan.
Masyarakat, bangsa negara Indonesia
membutuhkan sikap dan perilaku yang konsisten, koheren, dan korespondensi
untuk melaksanakan dan mengamalkan Pancasila. Selama ini ada kesan untuk
mendudukan Pancasila secara tidak proporsional, dimana Pancasila di anggap
sebagai dasar dari kehidupan dalam kehidupan sosial dan budaya saja. Bersikap
dan berperilaku konsisten atas Pancasila memiliki makna yaitu warga negara atau
subjek harus mampu mewujudkan apa yang menjadi pemikirannya dalam bentuk
tindakan dan perilaku. Sikap dan perilaku koherensi ialah suatu sikap dan
perilaku yang mengakui adanya nilai-nilai kebenaran dan kebaikan yang bersifat
intersubyektif. Sedangkan yang dimaksudkan dengan korespodensi ialah suatu
gagasan atau konsep yang menyatakan bahwa nilai-nilai yang dianggap benar dan
baik itu tidak hanya dalam hubungan intersubyektif, namun juga dengan alam
semesta.
Sangat diperlukan adanya
revitalisasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Revitalisasi adalah suatu
aktivitas untuk menghidupkan kembali nilai-nilai kehidupan berbangsa dan
bernegara yang ideal karena mengalami bias atau kemunduran. Perlu ditekankan
disini, yang perlu direvitalisasi adalah semangat dan kesadaran dalam berbangsa
dan bernegara, bukan nilai-nilai Pancasilanya. Karena nilai-nilai Pancasia itu
sifatnya abadi dan universal.
Adapun kompetensi-kompetensi yang diharapkan dari
pendidikan kewarganegaraan yaitu :
- Hakikat pendidikan kewarganegaraan yang
dimaksudkan agar kita sadar bernegara untuk bela negara dan cinta tanah
air berdasarkan Pancasila.
- Pembekalan IPTEKS yang berlandaskan Pancasila,
nilai-nilai keagamaan, dan nilai perjuangan bangsa untuk mengantisipasi
perkembangan masa depan negara.
- Menumbuhkan wawasan warga negara dalam hal
persahabatan, pengertian antarbangsa, perdamaian dunia, kesadaran bela
negara, dan sikap berdasarkan nilai bangsa.
- Mampu meningkatkan kecerdasan, serta harkat
martabat bangsa.
Pancasila yang terdiri dari atas 5
sila pada hakikatnya merupakan suatu sistem filsafat dan suatu asas sendiri.
Fungsi sendiri-sendiri namun secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang
sistematis. Satu kesatuan sila pancasil yang bersifat organis tersebut pada
hakikatnya bersumber pada hakikat dasar ontologis manusia. Susunan
pancasila adalah hirarkis dan berbentuk pyramidal. Pengertian pyramidal
digunakan untuk menggambarkan hubungan hirarki sila-sila Pancasila dalam urutan
luas (kuantitas) dan juga dalam hal isi sifatnya (kualitas). Kalau dilihat dari
intinya urut-urutan lima sila menunjukkan suatu rangkaian tingkat dalam luasnya
dan isi sifatnya merupakan pengkhususan sila-sila di mukanya. Kesatuan sila
Pancasila yang Majemuk Tunggal dan Piramidal juga memiliki sifat saling mengisi
dan saling mengkualifikasi yang bukan hanya bersifat logis saja, namun juga
ontologis yang juga dapat dikatakan dasar antropologis karena subjeknya
merupakan manusia; epistimologis yang ditempatkan dalam bangunan filsafat manusia;
serta aksiologis. Prinsip dasar ini merupakan cita-cita bangsa, namun juga
sebenarnya diangkat dari kenyataan. Nilai-nilai pancasila pada hakikatnya
merupakan sumber dari segala hukum negara. Nilai-nilai Pancasila terkandung
dalam Pembukaan UUD 1945 secara yuridis memiliki kedudukan sebagai pokok Kaidah
Negara yang Fundamental.
Adapun nilai-nilai yang terkandung pada masing-masing
sila adalah:
- Ketuhanan
Yang Maha Esa. Segala hal yang berkaitan dengan pelaksanaan
dan penyelenggaraan negara harus dijwai nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha
Esa.
- Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Dalam
kehidupan kenegaraan harus mewujudkan tercapainya tujuan ketinggian harkat
martabat manusia dan HAM harus terjamin.
- Persatuan Indonesia.
Perbedaan di negara Indonesia adalah sebuah konsekuensi dan harus
masing-masing mengikatkan diri dalam slogan Bhineka Tunggal Ika.
- Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat
Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan. Demokrasi
mutlak harus dilaksanakan dalam hidup negara, karena rakyat adalah asal
kekuasaan negara.
- Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat
Indonesia. Merupakan tujuan negara. Keadilan harus terwujud
dalam kehidupan social yang didasari dengan keadilan kemanusiaan .
No comments:
Post a Comment